makalah G30SPKI
KATA
PENGANTAR
Segala puji dan syukur kami panjatkan
kepada Tuhan yang maha esa, karena atas berkat dan limpahan rahmatnyalah maka kami
boleh menyelesaikan sebuah makalah dengan tepat waktu.
Berikut ini penulis mempersembahkan
sebuah makalah dengan judul “G30S/PKI”,
yang menurut kami dapat memberikan manfaat yang besar bagi kita untuk
mempelajari nya.
Melalui kata pengantar ini penulis
lebih dahulu meminta maaf dan memohon permakluman bila mana isi makalah ini ada
kekurangan dan ada tulisan yang kami buat kurang tepat atau menyinggung
perasaan pembaca.
Dengan ini kami mempersembahkan makalah
ini dengan penuh rasa terima kasih dan semoga allah SWT memberkahi makalah ini
sehingga dapat memberikan manfaat.
Kampar, 08 Maret 2017
PENULIS
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................... i
DAFTAR ISI .................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
A.
Latar
Belakang ............................................................................................ 1
B.
Rumusan Masalah ....................................................................................... 1
C.
Tujuan Penulisan .......................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................. 2
A.
Peristiwa G30S/PKI .................................................................................... 2
B.
Pelaksanaan G30S/PKI ............................................................................... 5
C.
Penumpasan G30S/PKI ............................................................................... 8
BAB III PENUTUP ........................................................................................ 11
A. Kesimpulan .................................................................................................. 11
B. Saran 11
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 12
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Partai Komunis Indonesia (PKI) adalah
partai politik di Indonesia yang berideologi komunis. Dalam sejarahnya, PKI
pernah berusaha melakukan pemberontakan melawan pemerintah kolonial Belanda
pada 1926, mendalangi pemberontakan PKI Madiun pada tahun 1948, serta dituduh
membunuh 6 jenderal TNI AD di Jakarta pada tanggal 30 September 1965 yang di kenal
dengan peristiwa G30S/PKI. Partai Komunis Indonesia (PKI) adalah partai politik
di Indonesia yang berideologi komunis. Dalam sejarahnya, PKI pernah berusaha
melakukan pemberontakan melawan pemerintah kolonial Belanda pada 1926,
mendalangi pemberontakan PKI Madiun pada tahun 1948, serta dituduh membunuh 6
jenderal TNI AD di Jakarta pada tanggal 30 September 1965 yang di kenal dengan
peristiwa G30S/PKI.
B. Rumusan Masalah
1.
Apa
sebab terjadinya G30S/PKI?
2.
Bagaimana
proses terjadinya peristiwa G30S/PKI?
3.
Bagaimana
proses Penumpasan G 30S/PKI?
4.
Bagaimana
Proses Peralihan Kekuasaan Politik Setelah Peristiwa G30S/PKI?
C.
Tujuan
Penulisan
1.
Untuk
mengetahui sebab terjadinya G30S/PKI.
2.
Untuk
mengetahui proses pelaksanaan G30S/PKI dan proses penumpasan G30S/PKI.
3.
Untuk
menambah pengetahuan dan wawasan para siswa tentang G30S/PKI.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Peristiwa
G30S/PKI
PERISTIWA G30S/PKI yang lebih dikenal
dengan peristiwa pemberontakan yang dilakukan PKI, bertujuan untuk menyebarkan
paham komunis di Indonesia. Pemberontakan ini menimbulkan banyak korban, dan
banyak korban berasal dari para Jendral AD. Gerakan PKI ini menjadi isu politik
untuk menolak laporan pertanggungjawaban Presiden Soekarno kepada MPRS. Dengan
ditolaknya laporan Presiden Soekarno ini, maka Indonesia kembali ke
pemerintahan yang berazaskan kepada pancasila dan UUD 1945.
1.
Sebab-sebab
G30S/PKI
a.
PKI
merupakan partai terbesar di Indonesia
Dengan
melakukan pendekatan kepada kaum berjunis, PKI berhasil menarik anggota cukup
besar, tercatat pada tahun 1965, anggota PKI sudah mencapai 3,5 juta. Hal ini
membuat PKI menjadi partai yang besar dan kuat.
PKI melakukan beberapa cara untuk
mengembangkan diri, antara lain :
-
Melakukan
gerakan gerilia dipedesaan dan melakuan prapaganda-prapaganda menyesatkan.
-
Melakukan
gerakan revosioner oleh kaum buruh di perkotaan.
-
Membentukan
pekerja intensif dikalangan ABRI.
-
Menyusup
ke berbagai organisasi lain untuk mentransparansikan organisasi PKI.
-
Mendekati
Presiden Soekarno.
b.
Politik
luar negeri Indonesia yang lebih condong pada blok timur
Pada masa
demokrasi terpimpin, indonesia menganut politik NEFO, sehingga PKI dapat
memperoleh dukungan dari Cina dan Unisoviet.
c.
Konsep
Naskom (Nasionalis, Agama, Komunis)
Dengan
konsep ini, PKI dapat memperkuat kedudukannya di Indonesia, sehingga PKI
memiliki kekuatan yang sangat besar untuk mengadakan aksi kudeta.
2.
Sejarah
singkat pemberontakan PKI
PERISTIWA Madiun (Madiun Affairs)
adalah sebuah konflik kekerasan atau situasi chaos yang terjadi di Jawa Timur
bulan September – Desember 1948. Peristiwa ini diawali dengan
diproklamasikannya negara Soviet Republik Indonesia pada tanggal 18 September
1948 di Madiun oleh Muso, seorang tokoh Partai Komunis Indonesia dengan
didukung pula oleh Menteri Pertahanan saat itu, Amir Sjarifuddin.
Pada saat itu hingga era Orde Lama
peristiwa ini dinamakan Peristiwa Madiun (Madiun Affairs), dan tidak pernah
disebut sebagai pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI). Baru di era Orde
Baru peristiwa ini mulai dinamakan pemberontakan PKI.
Bersamaan dengan itu terjadi
penculikan tokoh-tokoh masyarakat yang ada di Madiun, baik itu tokoh sipil
maupun militer di pemerintahan ataupun tokoh-tokoh masyarakat dan agama.
Masih ada kontroversi mengenai
peristiwa ini. Sejumlah pihak merasa tuduhan bahwa PKI yang mendalangi
peristiwa ini sebetulnya adalah rekayasa pemerintah Orde Baru (dan sebagian
pelaku Orde Lama).
3.
Tawaran
bantuan dari Belanda
Pada awal konflik Madiun, pemerintah
Belanda berpura-pura menawarkan bantuan untuk menumpas pemberontakan tersebut,
namun tawaran itu jelas ditolak oleh pemerintah Republik Indonesia. Pimpinan
militer Indonesia bahkan memperhitungkan, Belanda akan segera memanfaatkan
situasi tersebut untuk melakukan serangan total terhadap kekuatan bersenjata Republik
Indonesia. Memang kelompok kiri termasuk Amir Syarifuddin Harahap, tengah
membangun kekuatan untuk menghadapi Pemerintah RI, yang dituduh telah cenderung
berpihak kepada AS.
Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia
pada 17 Agustus 1945, muncul berbagai organisasi yang membina kader-kader
mereka, termasuk golongan kiri dan golongan sosialis. Selain tergabung dalam
Pesindo (Pemuda Sosialis Indonesia), Partai Sosialis Indonesia (PSI) juga
terdapat kelompok-kelompok kiri lain, antara lain Kelompok Diskusi Patuk, yang
diprakarsai oleh Dayno, yang tinggal di Patuk, Yogyakarta. Yang ikut dalam
kelompok diskusi ini tidak hanya dari kalangan sipil seperti D.N. Aidit, Syam
Kamaruzzaman, dll., melainkan kemudian juga dari kalangan militer dan bahkan
beberapa komandan brigade, antara lain Kolonel Joko Suyono, Letkol Sudiarto
(Komandan Brigade III, Divisi III), Letkol Soeharto (Komandan Brigade X, Divisi
III. Kemudian juga menjadi Komandan Wehrkreis III, dan menjadi Presiden RI),
Letkol Dahlan, Kapten Suparjo, Kapten Abdul Latief dan Kapten Untung Samsuri.
Pada bulan Mei 1948 bersama Suripno,
Wakil Indonesia di Praha, Musso, kembali dari Moskow, Rusia. Tanggal 11
Agustus, Musso tiba di Yogyakarta dan segera menempati kembali posisi di
pimpinan Partai Komunis Indonesia. Banyak politisi sosialis dan komandan
pasukan bergabung dengan Musso, antara lain Mr. Amir Sjarifuddin Harahap, dr.
Setiajid, kelompok diskusi Patuk, dll.
Aksi saling menculik dan membunuh mulai
terjadi, dan masing-masing pihak menyatakan, bahwa pihak lainlah yang memulai.
Banyak perwira TNI, perwira polisi, pemimpin agama, pondok pesantren di Madiun
dan sekitarnya yang diculik dan dibunuh.
Tanggal 10 September 1948, mobil Gubernur
Jawa Timur RM Ario Soerjo (RM Suryo) dan mobil 2 perwira polisi dicegat massa
pengikut PKI di Ngawi. Ketiga orang tersebut dibunuh dan mayatnya dibuang di
dalam hutan. Demikian juga dr. Muwardi dari golongan kiri, diculik dan dibunuh.
Tuduhan langsung dilontarkan, bahwa pihak lainlah yang melakukannya. Di antara
yang menjadi korban juga adalah Kol. Marhadi yang namanya sekarang diabadikan
dengan Monumen yang berdiri di tengah alun-alun Kota Madiun dan nama jalan
utama di Kota Madiun.
Kelompok kiri menuduh sejumlah petinggi
Pemerintah RI saat itu, termasuk Wakil Presiden/Perdana Menteri Mohammad Hatta
telah dipengaruhi oleh Amerika Serikat untuk menghancurkan Partai Komunis
Indonesia, sejalan dengan doktrin Harry S. Truman, Presiden AS yang
mengeluarkan gagasan Domino Theory. Truman menyatakan, bahwa apabila ada satu
negara jatuh ke bawah pengaruh komunis, maka negara-negara tetangganya akan
juga akan jatuh ke tangan komunis, seperti layaknya dalam permainan kartu
domino. Oleh karena itu, dia sangat gigih dalam memerangi komunis di seluruh
dunia.
Pada 19 September 1948, Presiden
Soekarno dalam pidato yang disiarkan melalui radio menyerukan kepada seluruh
rakyat Indonesia, untuk memilih: Musso-Amir Syarifuddin atau Soekarno-Hatta.
Maka pecahlah konflik bersenjata, yang pada waktu itu disebut sebagai Madiun
Affairs (Peristiwa Madiun), dan di zaman Orde Baru terutama di buku-buku
pelajaran sejarah kemudian dinyatakan sebagai pemberontakan PKI Madiun.
B.
Pelaksanaan
G30S/PKI
PELAKSANAAN G30S/PKI 1965 Pada 1
Oktober 1965 dini hari, enam jenderal senior dan beberapa orang lainnya dibunuh
dalam upaya kudeta yang disalahkan kepada para pengawal istana (Cakrabirawa)
yang dianggap loyal kepada PKI dan pada saat itu dipimpin oleh Letkol. Untung.
Panglima Komando Strategi Angkatan Darat saat itu, Mayjen Soeharto kemudian
mengadakan penumpasan terhadap gerakan tersebut.Tahunya Aidit akan jenis
sakitnya Sukarno membuktikan bahwa hal tersebut sengaja dihembuskan PKI untuk
memicu ketidakpastian di masyarakat. Pada tahun 1960 keluarlah Undang-Undang
Pokok Agraria (UU Pokok Agraria) dan Undang-Undang Pokok Bagi Hasil (UU Bagi
Hasil) yang sebenarnya merupakan kelanjutan dari Panitia Agraria yang dibentuk
pada tahun 1948. Panitia Agraria yang menghasilkan UUPA terdiri dari wakil
pemerintah dan wakil berbagai ormas tani yang mencerminkan 10 kekuatan partai
politik pada masa itu. Walaupun undang-undangnya sudah ada namun pelaksanaan di
daerah tidak jalan sehingga menimbulkan gesekan antara para petani penggarap
dengan pihak pemilik tanah yang takut terkena UUPA, melibatkan sebagian massa
pengikutnya dengan melibatkan backing aparat keamanan. Peristiwa yang menonjol
dalam rangka ini antara lain peristiwa Bandar Betsi di Sumatera Utara dan
peristiwa di Klaten yang disebut sebagai ‘aksi sepihak’ dan kemudian digunakan
sebagai dalih oleh militer untuk membersihkannya. Keributan antara PKI dan
islam (tidak hanya NU, tapi juga dengan Persis dan Muhammadiya) itu pada
dasarnya terjadi di hampir semua tempat di Indonesia, di Jawa Barat, Jawa
Timur, dan di propinsi-propinsi lain juga terjadi hal demikian, PKI di beberapa
tempat bahkan sudah mengancam kyai-kyai bahwa mereka akan disembelih setelah
tanggal 30 September 1965 (hal ini membuktikan bahwa seluruh elemen PKI
mengetahui rencana kudeta 30 September tersebut).
1.
Isu
Dewan Jenderal
Pada saat-saat genting sekitar bulan
September 1965 muncul isu adanya Dewan Jenderal, yang mengungkapkan bahwa para
petinggi Angkatan Darat tidak puas terhadap Soekarno dan berniat untuk
menggulingkannya. Menanggapi isu ini, Soekarno memerintahkan pasukan
Cakrabirawa untuk menangkap dan membawa mereka untuk diadili. Namun secara tak
terduga, dalam operasi penangkapan tersebut para jenderal tersebut terbunuh.
2.
Isu
Dokumen Gilchrist
Dokumen Gilchrist diambil dari nama
duta besar Inggris untuk Indonesia, Andrew Gilchrist. Beredar hampir bersamaan
waktunya dengan isu Dewan Jenderal. Dokumen ini oleh beberapa pihak dianggap
pemalsuan. Di bawah pengawasan Jenderal Agayant dari KGB Rusia, dokumen ini
menyebutkan adanya "Teman Tentara Lokal Kita" yang mengesankan bahwa
perwira-perwira Angkatan Darat telah dibeli oleh pihak Barat. Kedutaan Amerika
Serikat juga dituduh memberi daftar nama anggota PKI kepada tentara untuk
"ditindaklanjuti".
3.
Isu
Keterlibatan Soeharto
Menurut isu yang beredar, Soeharto
saat itu menjabat sebagai Pangkostrad (Panglima Komando Strategis Cadangan
Angkatan Darat) tidak membawahi pasukan.
4.
Korban
Keenam pejabat tinggi yang dibunuh
tersebut adalah:
-
Letjen
TNI Ahmad Yani
(Menteri/Panglima Angkatan Darat/Kepala Staf Komando Operasi Tertinggi)
-
Mayjen
TNI Raden Suprapto
(Deputi II Menteri/Panglima AD bidang Administrasi)
-
Mayjen
TNI Mas Tirtodarmo Haryono
(Deputi III Menteri/Panglima AD bidang Perencanaan dan Pembinaan)
-
Mayjen
TNI Siswondo Parman
(Asisten I Menteri/Panglima AD bidang Intelijen)
-
Brigjen
TNI Donald Issac Panjaitan
(Asisten IV Menteri/Panglima AD bidang Logistik)
-
Brigjen
TNI Sutoyo Siswomiharjo
(Inspektur Kehakiman/Oditur Jenderal Angkatan Darat)
Jenderal
TNI Abdul Harris Nasution
yang menjadi sasaran utama, selamat dari upaya pembunuhan tersebut. Sebaliknya,
putrinya Ade Irma Suryani Nasution dan ajudan beliau, Lettu CZI Pierre Andreas
Tendean tewas dalam usaha pembunuhan tersebut. Selain itu beberapa orang
lainnya juga turut menjadi korban:
-
Bripka
Karel Satsuin Tubun
(Pengawal kediaman resmi Wakil Perdana Menteri II dr.J.Leimena)
-
Kolonel
Katamso Darmokusumo
(Komandan Korem 072/Pamungkas, Yogyakarta)
-
Letkol
Sugiyanto Mangunwiyoto
(Kepala Staf Korem 072/Pamungkas, Yogyakarta)
Para korban tersebut kemudian
dibuang ke suatu lokasi di Pondok Gede, Jakarta yang dikenal sebagai Lubang
Buaya. Mayat mereka ditemukan pada 3 Oktober.
5.
Pasca
Kejadian
Pasca pembunuhan beberapa perwira
TNI Angkatan Darat, PKI mampu menguasai dua sarana komunikasi vital, yaitu
studio RRI di Jalan Merdeka Barat dan Kantor Telekomunikasi yang terletak di
Jalan Merdeka Selatan. Melalui RRI, PKI menyiarkan pengumuman tentang Gerakan
30 September yang ditujukan kepada para perwira tinggi anggota “Dewan Jenderal”
yang akan mengadakan kudeta terhadap pemerintah. Diumumkan pula terbentuknya
“Dewan Revolusi” yang diketuai oleh Letkol Untung Sutopo.
Di Jawa Tengah dan DI. Yogyakarta,
PKI melakukan pembunuhan terhadap Kolonel Katamso (Komandan Korem
072/Yogyakarta) dan Letnan Kolonel Sugiyono (Kepala Staf Korem 072/Yogyakarta).
Mereka diculik PKI pada sore hari 1 Oktober 1965. Kedua perwira ini dibunuh
karena secara tegas menolak berhubungan dengan Dewan Revolusi. Pada tanggal 1
Oktober 1965 Sukarno dan sekretaris jendral PKI Aidit menanggapi pembentukan
Dewan Revolusioner oleh para "pemberontak" dengan berpindah ke
Pangkalan Angkatan Udara Halim di Jakarta untuk mencari perlindungan. Pada
tanggal 6 Oktober, Sukarno mengimbau rakyat untuk menciptakan "persatuan
nasional", yaitu persatuan antara angkatan bersenjata dan para korbannya
untuk penghentian kekerasan. Biro Politik dari Komite Sentral PKI segera
menganjurkan semua anggota dan organisasi-organisasi massa untuk mendukung
"pemimpin revolusi Indonesia" dan tidak melawan angkatan bersenjata.
C.
Penumpasan
G30S/PKI
PENUMPASAN G30S/PKI 1965 Dalam
bulan-bulan setelah peristiwa ini, semua anggota dan pendukung PKI, atau mereka
yang dianggap sebagai anggota dan simpatisan PKI, semua partai kelas buruh yang
diketahui dan ratusan ribu pekerja dan petani Indonesia yang lain dibunuh atau
dimasukkan ke kamp-kamp tahanan untuk disiksa dan diinterogasi.
Pembunuhan-pembunuhan ini terjadi di Jawa Tengah (bulan Oktober), Jawa Timur
(bulan November) dan Bali (bulan Desember). Berapa jumlah orang yang dibantai
tidak diketahui dengan persis - perkiraan yang konservatif menyebutkan 500.000
orang, sementara perkiraan lain menyebut dua sampai tiga juga orang. Namun
diduga setidak-tidaknya satu juta orang menjadi korban dalam bencana enam bulan
yang mengikuti kudeta itu. Dihasut dan dibantu oleh tentara, kelompok-kelompok
pemuda dari organisasi-organisasi muslim sayap-kanan seperti barisan Ansor NU
dan Tameng Marhaenis PNI melakukan pembunuhan-pembunuhan massal, terutama di
Jawa Tengah dan Jawa Timur. Ada laporan-laporan bahwa Sungai Brantas di dekat
Surabaya menjadi penuh mayat-mayat sampai di tempat-tempat tertentu sungai itu
"terbendung mayat". Pada akhir 1965, antara 500.000 dan satu juta
anggota-anggota dan pendukung-pendukung PKI telah menjadi korban pembunuhan dan
ratusan ribu lainnya dipenjarakan di kamp-kamp konsentrasi, tanpa adanya
perlawanan sama sekali. Sewaktu regu-regu militer yang didukung dana CIA
menangkapi semua anggota dan pendukung PKI yang terketahui dan melakukan
pembantaian keji.
Peringatan
Monumen
Pancasila Sakti, Lubang Buaya
Sesudah kejadian tersebut, 30 September
diperingati sebagai Hari Peringatan Gerakan 30 September. Hari berikutnya, 1
Oktober, ditetapkan sebagai Hari Kesaktian Pancasila. Pada masa pemerintahan
Soeharto, biasanya sebuah film mengenai kejadian tersebut juga ditayangkan di
seluruh stasiun televisi di Indonesia setiap tahun pada tanggal 30 September.
Selain itu pada masa Soeharto biasanya dilakukan upacara bendera di Monumen
Pancasila Sakti di Lubang Buaya dan dilanjutkan dengan tabur bunga di makam
para pahlawan revolusi di TMP Kalibata. Namun sejak era Reformasi bergulir,
film itu sudah tidak ditayangkan lagi dan hanya tradisi tabur bunga yang
dilanjutkan.
Pada 29 September - 4 Oktober 2006, diadakan
rangkaian acara peringatan untuk mengenang peristiwa pembunuhan terhadap
ratusan ribu hingga jutaan jiwa di berbagai pelosok Indonesia. Acara yang
bertajuk "Pekan Seni Budaya dalam rangka memperingati 40 tahun tragedi
kemanusiaan 1965" ini berlangsung di Fakultas Ilmu Budaya Universitas
Indonesia, Depok. Selain civitas academica Universitas Indonesia, acara itu
juga dihadiri para korban tragedi kemanusiaan 1965, antara lain Setiadi, Murad
Aidit, Haryo Sasongko, Sasuke, dan Putmainah.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Peristiwa G 30S/PKI yang lebih
dikenal dengan peristiwa pemberontakan yang dilakukan PKI, bertujuan untuk
menyebarkan paham komunis di Indonesia. Pemberontakan ini menimbulkan banyak
korban, dan banyak korban berasal dari para Jendral AD. Gerakan PKI ini menjadi
isu politik untuk menolak laporan pertanggungjawaban Presiden Soekarno kepada
MPRS. Dengan ditolaknya laporan Presiden Soekarno ini, maka Indonesia kembali
ke pemerintahan yang berazaskan kepada pancasila dan UUD 1945. Peristiwa
G30S/PKI 1965 yang terjadi di Indonesia telah memberi dampak negatif dalam
kehidupan sosial dan politik masyarakat Indonesia yaitu Dampak politik dan
Dampak Ekonomi. Setelah supersemar diumumkan, perjalanan politik di Indonesia
mengalami masa transisi. Kepemimpinan Soekarno kehilangan supermasinya. MPRS
kemudian meminta Presiden Soekarno untuk mempertanggung jawabkan hasil
pemerintahannya, terutama berkaitan dengan G30S/PKI. Dalam Sidang Umum MPRS
tahun 1966, Presiden Soekarno memberikan pertanggung jawaban pemerintahannya,
khususnya mengenai masalah yang menyangkut peristiwa G30S/PKI.
B.
Saran
Menyadari
bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis akan lebih
fokus dan details dalam menjelaskan tentang makalah di atas dengan sumber -
sumber yang lebih banyak yang tentunga dapat di pertanggung jawabkan.
DAFTAR PUSTAKA
Drs.
C.T.R.Kansil,SH. 1992. Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa. Jakarta
:Erlangga
Komentar
Posting Komentar